Makalah Ilmu Budaya Dasar (Sumatera Barat)


KEBUDAYAAN SUMATERA BARAT 
(PADANG)
ILMU BUDAYA DASAR








Anggota Kelompok:      1. Adlu Harialdi              (10116244)
                                      2. Aulia Rahmawati         (11116207)
                                      3. Dimas Setyaji               (12116065)
                                      4. Ilham Pratama              (13116435)
                                      5. M. Rafi Abdillah          (15116014)
                                      6. Putri Awalia                 (15116839)
                                      7. Rivaldo Alsi K.            (16116514)




1KA14





UNIVERSITAS GUNADARMA
ATA 2016/2017








KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang, kami panjatkan puji syukur atas kehadirat – Nya yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan inayah – Nya kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah ini dengan baik.
Atas tersusunnya makalah ini, kami mengucapkan terimakasih kepada ibu Olly Aurora SIKOM selaku dosen mata kuliah Ilmu Budaya Dasar serta orang-orang yang turut membantu dalam pembuatan makalah ini.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca. Kami menyadari masih adanya kekurangan baik dalam segi penyusunan maupun isi. Terima kasih.

Depok, 16 April 2017












BAB I
PENDAHULUAN

A.               Latar Belakang
Sebagai masyarakat Indonesia, kita harus mengetahui berbagai macam kebudayaan yang ada di negara kita. Indonesia terdiri dari  banyak suku dan budaya, dengan mengenal dan mengetahui hal tersebut, masyarakat Indonesia akan lebih mengerti kepribadian suku lain, sehingga tidak menimbulkan perpecahan maupun perseteruan. Pengetahuan tentang kebudayaan itu juga akan memperkuat rasa nasionalisme kita sebagai warga negara Indonesia yang baik.
Selain hal-hal di atas, kita juga dapat mengetahui berbagai kebudayaan di Indonesia yang mengalami akulturasi. Karena proses akulturasi yang terjadi tampak simpang siur dan setengah-setengah. Contoh, perubahan gaya hidup masyarakat Indonesia yang kebarat-baratan seolah-olah mengikis sedikit demi sedikit mengikis budaya dan adat ketimurannya. Namun, masih ada yang masih sangat kolot dan hampir tidak memperdulikan perkembangan dan kemajuan dunia luar dan mereka tetap menjaga kebudayaan asli mereka.
Karena latar belakang di atas kita menyusun makalah tentang salah satu kebudayaan masyarakat Indonesia, yaitu masyarakat Sumatera Barat. Makalah ini akan memberikan wawasan tentang masyarakat Sumatera Barat yang memiliki keragaman suku dan budaya.
B.               Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah :
1.                  Mengetahui pengertian dari suku minangkabau
2.                  Mengetahui sistem bahasa masyarakat minangkabau
3.                  Mengetahui sistem religi di minangkabau
4.                  Mengetahui sistem kesenian minangkabau

C.               Rumusan Masalah
1.                  Apa itu suku minangkabau
2.                  Bagaimana sistem bahasa masyarakat minangkabau?
3.                  Bagaimana sistem religi di minangkabau?
4.                  Bagaimana sistem kesenian masyarakat minangkabau?




BAB II
PEMBAHASAN

Budaya Minangkabau adalah sebuah budaya yang berkembang di Minangkabau serta daerah rantau Minang. Budaya Minangkabau merupakan salah satu dari dua kebudayaan besar di Nusantara yang sangat menonjol dan berpengaruh. Budaya ini memiliki sifat egaliter, demokratis, dan sintetik. Hal ini menjadi anti-tesis bagi kebudayaan besar lainnya, yakni Budaya Jawa yang bersifat feodal dan sinkretik.Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Barat di kawasan Nusantara ini, adat adalah satu-satunya sistem yang mengatur masyarakat dan pemerintahan, terutama di kerajaan-kerajaan Melayu, mulai dari Aceh, Riau, Malaka, Jawa, Banjar, Bugis, hingga Ambon dan Ternate. Agama Islam pada umumnya terintagrasi dengan adat-adat yang dipakai di kerajaan-kerajaan tersebut.

2.1 Sistem religi atau keagamaan di Minangkabau       
Kedatangan para reformis Islam dari Timur Tengah pada akhir abad ke-18, telah menghapus adat budaya Minangkabau yang tidak sesuai dengan hukum Islam. Budaya menyabung ayam, mengadu kerbau, berjudi, minum tuak, diharamkan dalam pesta-pesta adat masyarakat Minang. Para ulama yang dipelopori oleh Haji Piobang, Haji Miskin, dan Tuanku Nan Renceh mendesak kaum adat untuk mengubah pandangan budaya Minang yang sebelumnya banyak berkiblat kepada budaya animisme dan Hindu-Budha, untuk berkiblat kepada syariat Islam.
Reformasi budaya di Minangkabau terjadi setelah perang Paderi yang berakhir pada tahun 1837. Hal ini ditandai dengan adanya perjanjian di Bukit Marapalam antara alim ulama, tokoh adat, dan cadiak pandai (cerdik pandai). Mereka bersepakat untuk mendasarkan adat budaya Minang pada syariah Islam. Hal ini tertuang dalam adagium Adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah. Syarak mangato adat mamakai (Adat bersendikan kepada syariat, syariat bersendikan kepada Al-Quran). Sejak reformasi budaya dipertengahan abad ke-19, pola pendidikan dan pengembangan manusia di Minangkabau berlandaskan pada nilai-nilai Islam. Sehingga sejak itu, setiap kampung atau jorong di Minangkabau memiliki masjid, disamping surau yang ada di tiap-tiap lingkungan keluarga. Pemuda Minangkabau yang beranjak dewasa, diwajibkan untuk tidur di surau. Di surau, selain belajar mengaji, mereka juga ditempa latihan fisik berupa ilmu bela diri pencak silat.

2.2 Bahasa
Bahasa Minangkabau merupakan salah satu anak cabang bahasa Austronesia. Walaupun ada perbedaan pendapat mengenai hubungan bahasa Minangkabau dengan bahasa Melayu, ada yang menganggap bahasa yang dituturkan masyarakat ini sebagai bagian dari dialek Melayu, karena banyaknya kesamaan kosakata dan bentuk tuturan di dalamnya, sementara yang lain justru beranggapan bahasa ini merupakan bahasa mandiri yang berbeda dengan Melayu serta ada juga yang menyebut bahasa Minangkabau merupakan bahasa proto-Melayu. Selain itu dalam masyarakat penutur bahasa Minang itu sendiri juga sudah terdapat berbagai macam dialek bergantung kepada daerahnya masing-masing.

2.3  Kesenian
A. Tarian Tradisional
Secara garis besar seni tari dari Sumatera Barat adalah dari adat budaya etnis Minangkabau dan etnis Mentawai. Kekhasan seni tari Minangkabau umumnya dipengaruhi oleh agama Islam, keunikan adat matrilineal dan kebiasan merantau masyarakatnya juga memberi pengaruh besar dalam jiwa sebuah tari tradisi yang bersifat klasik, di antaranya Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung, dan Tari Indang. Sementara itu terdapat pula suatu pertunjukan khas etnis Minangkabau lainnya berupa perpaduan unik antara seni bela diri yang disebut silek dengan tarian, nyanyian dan seni peran (acting) yang dikenal dengan nama Randai.  
Sedangkan untuk tarian khas etnis Mentawai disebut Turuk Laggai. Tarian Turuk Langai ini umumnya bercerita tentang tingkah laku hewan, sehingga judulnya pun disesuaikan dengan nama-nama hewan tersebut, misalnya tari burung, tari monyet, tari ayam, tari ular dan sebagainya.

B. Rumah Adat                                                    
Rumah adat Sumatera Barat khususnya dari etnis Minangkabau disebut Rumah Gadang. Rumah Gadang biasanya dibangun di atas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Tidak jauh dari komplek rumah gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat ibadah dan tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut namun belum menikah.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka dan belakang, umumnya berbahan kayu, dan sepintas kelihatan seperti berbentuk rumah panggung dengan atap yang khas, menonjol seperti tanduk kerbau, masyarakat setempat menyebutnya Gonjong dan dahulunya atap ini berbahan ijuk sebelum berganti dengan atap seng. Rumah Bagonjong  ini menurut masyarakat setempat diilhami dari tambo, yang mengisahkan kedatangan nenek moyang mereka dengan kapal dari laut. Ciri khas lain rumah adat ini adalah tidak memakai paku besi tapi menggunakan pasak dari kayu, namun cukup kuat sebagai pengikat.
Sementara etnis Mentawai juga memiliki rumah adat yang berbentuk rumah panggung besar dengan tinggi lantai dari tanah mencapai satu meter yang disebut dengan uma.Uma ini dihuni oleh secara bersama oleh lima sampai sepuluh keluarga. Secara umum konstruksi uma ini dibangun tanpa menggunakan paku, tetapi dipasak dengan kayu serta sistem sambungan silang bertakik.





BAB III
KESIMPULAN
3.1   Kesimpulan
Kebudayaan minang memiliki ragam budaya yang memiliki potensi besar bagi kekayaan kebudayaan Indonesia.  Orang melayu umumnya diidenditaskan sebagai orang yang tinggal di tanah melayu, beragama islam, dan melaksanakan adat istiadat melayu, namun sebenarnya melayu sendiri ibarat rumah yang di isi oleh berbagai macam penghuni dengan berbagai macam jenis pandangan hidup pula dan tidak harus orang yang mendiami daerah melayu. Dikarenakan dalam perkembangan zaman melayu memiliki berbagai macam versi. Namun keanekaragaman yang ada dapat memberi warna baru bagi kekayaan  kebudayaan Indonesia yang perlu ketahui dan kita lestarikan.
3.2     Saran
      Keaekaragaman kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan melayu harus senantiasa kita jaga dan kita lestarikan, mulai dari memperkenalkan kebudayaan-kebudayaan kepada tiap-tiap generasi diantaranya melalui pendidikan kebudayaan Indonesia. Perlu diadakannya penelitian lanjut mengenai kebudayaan Indonesia terutama kebudayaan minang, untuk mengetahui seluk beluk sejarah dan perkembangan kebudayaannya.




DAFTAR PUSTAKA

Terimakasih

Komentar

Postingan populer dari blog ini

MAKALAH PELAPISAN SOSIAL & KESAMAAN DERAJAT

ETNOSENTRISME (MASALAH BUDAYA)